Pelestarian Kearifan Lokal dalam Tradisi Bersih Dusun Pulo, Puloharjo, Wonogiri: Ungkapan Syukur, dan Melestarikan Budaya Jawa
Cakrawalala8.com Wonogiri, Tradisi Bersih Dusun yang diselenggarakan setiap tahun di Dusun Pulo, Kelurahan Puloharjo, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri, kembali digelar dengan khidmat dan semarak. Upacara ini merupakan bagian integral dari warisan budaya masyarakat Jawa, yang sarat makna spiritual, sosial, dan estetika. Dalam bingkai kebudayaan Jawa, Bersih Dusun tidak hanya merupakan acara seremonial, melainkan juga ekspresi kolektif rasa syukur kepada Tuhan atas hasil bumi dan kehidupan yang sejahtera.
Secara filosofis, tradisi Bersih Dusun merupakan bentuk komunikasi simbolik masyarakat dengan kekuatan adikodrati. Dalam perspektif antropologi budaya, seperti yang dijelaskan oleh Koentjaraningrat (1985), tradisi ini adalah bagian dari sistem nilai budaya yang hidup dan diwariskan secara turun-temurun. Upacara ini melibatkan seluruh elemen masyarakat sebagai bentuk permohonan keselamatan, serta sebagai media untuk menolak bala dan membersihkan desa dari gangguan roh jahat maupun energi negatif yang diyakini masih menyertai kehidupan manusia.
Rangkaian acara Bersih Dusun Pulo tahun ini meliputi kegiatan spiritual dan sosial. Di samping prosesi ritual utama, masyarakat dari Dusun Pulo dan Dusun Bakalan juga mengadakan turnamen bola voli dan tenis meja sebagai bentuk perayaan dan perekat sosial. Aktivitas ini dimotori oleh Karang Taruna setempat di bawah kepemimpinan Gunadi, yang menunjukkan adanya sinergi antar generasi dalam pelestarian budaya lokal.
Acara tersebut turut dihadiri oleh tokoh-tokoh penting lokal seperti Kepala Desa Stepanus Sulistyo Pramono SE, Kepala Dusun Suradi, RT Sularno, serta tokoh masyarakat Suharno. Keterlibatan mereka menegaskan bahwa tradisi budaya bukanlah milik satu generasi atau satu lapisan masyarakat saja, melainkan milik bersama yang harus dijaga secara kolektif.
Puncak Perayaan: Pagelaran Wayang Kulit dan Makna Estetik-Moralnya
Puncak acara ditandai dengan pagelaran wayang kulit yang menampilkan lakon “Gatotkaca Sungging” oleh dua dalang, Ki Sugiyanto dan Ki Japa Asmara. Wayang kulit sebagai bentuk seni pertunjukan klasik Jawa memiliki kedudukan istimewa dalam khazanah budaya Indonesia. Pertunjukan ini tidak hanya menyajikan hiburan, melainkan juga membawa pesan moral, spiritual, dan filosofi kehidupan.
Melalui kisah Gatotkaca – tokoh yang melambangkan keberanian, kesetiaan, dan kekuatan moral – masyarakat tidak hanya menikmati aspek visual dan musikal dari pertunjukan, tetapi juga disuguhkan nilai-nilai etis yang kontekstual dengan kehidupan sehari-hari. Dalam pendekatan estetika budaya, wayang kulit memberikan pengalaman artistik melalui perpaduan visual, vokal, musik gamelan, dan narasi yang sarat makna.
Tradisi Bersih Dusun Pulo menjadi contoh nyata bagaimana komunitas lokal mampu mempertahankan identitas budaya di tengah modernisasi. Sebagai praktik living tradition, kegiatan ini merupakan bentuk pelestarian nilai-nilai lokal yang tak hanya bersifat simbolik, tetapi juga memiliki fungsi sosial dan spiritual yang nyata.
Dengan terus dilestarikan dan didukung lintas generasi, Bersih Dusun bukan sekadar ritual tahunan, melainkan warisan budaya takbenda (intangible cultural heritage) yang menjadi sumber kekuatan moral, solidaritas sosial, dan pemersatu masyarakat.
(Oleh Katman//Nandang)