Cakrawala8.com, Tangerang
Kisah sengketa lahan kembali mencuat di Kota Tangerang, kali ini menimpa Ahmad Sugandi, pemilik sah tanah seluas 976 meter persegi di Kelurahan Cipondoh. Meski memiliki dokumen kepemilikan yang lengkap, Sugandi tak bisa menguasai lahannya sendiri. Lahan tersebut telah diduduki oleh pihak lain yang mendirikan bangunan liar tanpa izin, dan hingga kini belum ada tindakan dari pemerintah daerah untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Sugandi telah melakukan berbagai upaya administratif dan hukum agar tanahnya kembali dikuasai secara sah. Namun, hingga kini belum ada langkah nyata dari aparat terkait untuk menertibkan bangunan liar tersebut.
Dokumen Sah, Tapi Hak Tak Bisa Ditegakkan
Dalam surat terbuka kepada Wali Kota Tangerang, Sugandi menegaskan bahwa ia adalah pemilik sah tanah tersebut, didukung oleh dokumen legal yang kuat. Ia memiliki bukti kepemilikan resmi atas tanah yang berlokasi di Jalan KH. Maulana Hasanudin, Kelurahan Cipondoh, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang.
Beberapa dokumen yang dimiliki Sugandi antara lain:
1. Bukti Tanah Adat: C Desa No. 733 Persil 105 Kelas D.III atas nama almarhum Saudih Bin H. Damin.
2. SPPT-PBB: No. 36.75.720.006-007.0999.0 dengan luas kurang lebih 976 meter persegi di Kelurahan Cipondoh.
3. Akta Pembagian Hak Bersama: No. 213/2020 yang dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) R. Rizal Ridollah, S.Sos., M.Si.
4. Surat Ukur dari BPN Kota Tangerang: Peta Pendaftaran No. 48.2-32.089-13-5, Nomor Identifikasi Bidang 15913, luas 976 meter persegi.
Dengan dokumen ini, Sugandi yakin bahwa ia memiliki dasar hukum kuat untuk menuntut haknya. Namun, hingga kini lahan tersebut masih dikuasai pihak lain, dan upayanya untuk menertibkan situasi ini terus menemui hambatan.
“Kami memiliki semua bukti sah, mulai dari akta hingga surat ukur dari BPN. Ini bukan sekadar klaim kosong, semua sudah terdata secara resmi. Tapi mengapa saya sebagai pemilik sah tidak bisa menguasai tanah saya sendiri?” ujar Sugandi dengan kecewa.
Surat dan Somasi Tak Kunjung Ditindak
Sugandi telah mengajukan surat kepada pemerintah sejak 19 November 2024, meminta agar bangunan liar yang berdiri di atas tanahnya segera dibongkar secara mandiri oleh penghuni ilegal. Namun, permintaan itu tak mendapat respons yang memadai.
Tak ingin diam, ia kembali melayangkan somasi pertama pada 13 Februari 2025, dengan nomor surat 001/Sugandi/II/2025. Melalui somasi ini, Sugandi memberi peringatan hukum kepada penghuni ilegal dan meminta pemerintah turun tangan. Sayangnya, hingga kini, tak ada tindakan tegas dari pihak berwenang.
"Kami sudah berusaha mengikuti prosedur yang benar. Kami mengajukan surat resmi, kami sudah memberi waktu bagi pihak yang menempati lahan kami secara ilegal untuk membongkar sendiri bangunan mereka. Tapi mereka tetap tak bergeming, dan pemerintah pun seolah diam," kata Sugandi dengan nada kecewa.
Sugandi pun berharap agar Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) segera turun tangan untuk menegakkan aturan. Ia meminta agar bangunan liar tersebut dibongkar sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dugaan Penghalangan Hak dan Pernyataan Kontroversial
Di tengah perjuangannya untuk mendapatkan haknya kembali, Sugandi justru menghadapi tantangan lain. Ia mendapati ada pihak yang diduga berusaha menghalangi upayanya dalam menertibkan lahan tersebut.
Salah satu pihak yang disebut Sugandi adalah H. Maulana, yang menyatakan bahwa surat tanah dari kecamatan belum ditandatangani, sehingga ia meragukan legalitas kepemilikan Sugandi.
"Surat dari kecamatan itu masih kosong, belum ditandatangani. Yang ada hanya surat dari BPN Kota Tangerang, itu pun yang ditandatangani. Jadi saya ragu apakah tanah ini benar-benar milik Sugandi," kata H. Maulana dengan tegas. Saat di temui media di hotel Narita Cipondoh. Rabu, (26/2/2025).
Pernyataan ini jelas bertentangan dengan fakta bahwa Sugandi telah memiliki berbagai dokumen kepemilikan yang sah. Sugandi pun mempertanyakan motif di balik pernyataan Maulana tersebut.
"Kalau tanah ini tidak punya surat, bagaimana mungkin saya memiliki akta pembagian hak bersama? Bagaimana mungkin saya membayar pajak dengan SPPT yang jelas terdaftar? Ini ada yang tidak beres," kata Sugandi dengan nada geram.
Sugandi menduga ada pihak tertentu yang ingin mempertahankan status quo dengan berbagai cara, meskipun itu berarti mengabaikan hak hukum pemilik sah lahan tersebut.
Melibatkan Aparat Penegak Hukum
Tak hanya mengajukan permohonan ke Wali Kota Tangerang, Sugandi juga telah mengirimkan tembusan suratnya ke beberapa instansi penegak hukum, termasuk:
Kapolres Metro Kota Tangerang, untuk mengusut dugaan pelanggaran hukum dalam sengketa ini. Kejaksaan Negeri Kota Tangerang, untuk mengawasi aspek hukum dari permasalahan ini. Arsip Pemerintah Kota Tangerang, sebagai dokumentasi resmi permohonan pembongkaran.
Jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan dari pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum, Sugandi berencana menempuh jalur hukum lebih tinggi.
"Kami sudah bersabar dan mengikuti prosedur yang benar. Tapi jika terus dibiarkan seperti ini, kami akan membawa kasus ini ke jalur hukum lebih lanjut. Ini bukan hanya soal tanah, tapi juga soal keadilan," kata Sugandi dengan tegas.
Sengketa Lahan: Masalah yang Tak Kunjung Usai di Tangerang
Kasus yang dialami Ahmad Sugandi bukanlah yang pertama terjadi di Kota Tangerang. Sengketa lahan yang melibatkan pemilik sah tetapi tetap mengalami kesulitan untuk menguasai tanahnya sendiri sering terjadi di berbagai wilayah.
Banyak pengamat menilai bahwa lambannya respons dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum menjadi faktor utama mengapa kasus seperti ini terus berulang. Banyak pemilik tanah yang sah harus berjuang bertahun-tahun hanya untuk mendapatkan kembali hak mereka, meskipun dokumen kepemilikan mereka sudah lengkap.
Kasus ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi Pemerintah Kota Tangerang untuk lebih serius dalam menangani permasalahan sengketa lahan dan menegakkan hukum dengan tegas dan adil.
“Kalau masalah seperti ini terus dibiarkan, maka ke depan banyak pemilik tanah yang sah bisa kehilangan haknya hanya karena tidak adanya tindakan tegas dari pemerintah. Ini harus dihentikan,” ujar salah satu warga yang prihatin dengan kasus ini.
Masyarakat kini menunggu langkah konkret dari pemerintah. Apakah Wali Kota Tangerang dan jajarannya akan turun tangan dan membuktikan bahwa hukum masih bisa ditegakkan? Ataukah kasus ini hanya akan menjadi contoh lain dari lemahnya perlindungan hukum terhadap pemilik tanah sah di Indonesia?
(Tim Liputan/Red )